Penulis : Yayuk Amriani
Rintihan suara rakyat elit katanya...
Sang fajar telah datang lebih awal daripada kelopak mataku yang sembab,
hanya saja aku tak meratapi,
Saat ini kenyataan tak lagi kiasan kata
Tapi akan tertuang dalam sebuah histori
Seperti Pertumpahan darah di tanah sendiri
Aku kira peperangan para penjajah negara yang belum elit
Nyatanya ini perebutan kuasa
Kursi empuk dengan roda emas
Perebutan nyata di depan mata semakin parah
Menjelaskan bahwa para pejuang sedang bertaruh, dan para bedebah tak mengeluh secuil rasa
sedikitpun,
mungkin saja tanah mengeluh padaku tentang penderitaanya sekarang dengan sayatan tanpa darah.
Aku tak tau mengapa manusia membuat frasa dan lupa bahasa sendiri, mungkin karna
Riwayat bocah membawa kesan kemanusiaan
Suara tak lagi dusta, tak lagi berbau
Aku tersiksa di bawah kekuasaan
Di depan mataku, para cendikia keluar dari inangnya dan sibuk menata yang namanya hidup tanpa tuan
Sementara orang lain sudah tersusun rapi
Para pemuda membuka jendela di tengah badai berkata, berlari dan kejar
Bersama mengejar pesona yang tengah bingung dengan kebenaran.
Negriku menjadi taman sutra tanpa hiasan pepohonan, mereka berprasangka baik tanpa imbalan
Hening, tak ada hina tak ada puja
Sungguh, ini membakar hingga rongga menusuk tulang dada
kata menyatu menjadi kalimat ular, lari dan lurus,terus
Urat nadiku, yang menjadi jantung bangsaku.
Aku berbahagia dengan dunia sederhana
Melihat rakyat yang tanpa susah senyum tanpa beban
Semuanya menyatu dalam satu bingkai penyatuan rasa
Aku merindukan kedamaian yang tak terkira
Walau hanya damai sederhana Namun bahagia
Aku rakyat tak berpangkat kuasa
Sangat mudah menjatuhkanku dengan aturan
Aku ingin bersuara, mengadu kemana?
Kotak saranpun tak lagi bermakna
Sungguh ini petaka kurasa
Bukan salahku tinggal di ibu kota
0 Comments
Silahkan berikan komentar anda di artikel ini,sesuai dengan apa isi dari artikel.